Jumat, 29 Juni 2012

KPK diminta buka kembali kasus Gayus Tambunan

Selain membuka kasus Gayus Tambunan, KPK juga diminta mengungkap dan membongkar kasus korupsi seperti di migas dan BLBI.

"KPK diharapkan bekerja tidak terjebak seperti infotaimen. Yang kecil-kecil diungkap dan sangat hingar-bingar. Sementara kasus yang merugikan negara miliaran bahkan triliunan rupiah tak dibongkar sama sekali," kata politisi Partai Demokrat itu.  Dengan membongkar kasus-kasus pajak, migas dan BLBI, maka bisa meningkatkan pendapatan negara. "KPK harusnya main di hulu dengan mengungkap kasus besar, jangan ungkap kasus yang jumlah kerugiannya kecil-kecil, tidak substansial dan kecil-kecil tapi heboh," katanya.

Share | Gede Pasek Tak Mau Komentari Kasus Korupsi Al Quran

Laporan: Ruslan Tambak

GEDE PASEK /IST

  

RMOL. Ketua Komisi III yang membidangi hukum, Gede Pasek Suardika tidak mau mengomentari kasus korupsi Al Quran di Kementerian Agama.

"Biarkan hukum bekerja secara profesional tanpa ada intervensi opini," kata Pasek saat dihubungi Rakyat Merdeka Online sesaat lalu, Jumat, (29/6)

Politisi Partai Demokrat ini pun menyerahkan proses hukumnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Serahkan saja kepada KPK," ungkapnya

Seperti yang diberitakan, lembaga pimpina Abraham Samad tersebut saat ini menggarap kasus pengadaan Al Qur'an tahun 2010-2011 dan tahun 2011-2012 di Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama. Selain itu juga menyidik kasus pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama.

Atas kasus tersebut, KPK sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya adalah anggota DPR RI sekaligus anggota Banggar dari Partai Golkar Zulkarnain Djabbar dan Dendi Prasetia Zulkarnaen Putra, seorang pengusaha diidentifikasi sebagai direktur utama PT KSAI yang juga anak dari Zulkarnain Djabbar. [arp]

DPR Tak Ganjal Gedung KPK

Denpasar (Bali Post) -

Ketua Komisi III DPR RI Gede Pasek Suardika Jumat (29/6) mengatakan, belum disetujuinya usulan anggaran pembangunan gedung baru KPK bukanlah upaya DPR mengganjal KPK sebagaimana anggapan yang berkembang di masyarakat. Menurutnya anggaran itu masih dalam proses pembahasan sehingga ia meminta semua pihak menghormati mekanisme yang ada.

Anggota DPR asal Bali ini mengatakan pembahasan persetujuan angaran pembangunan gedung baru KPK masih dalam proses dan baru akan diputuskan 3 Juli mendatang. Menurutnya pihaknya di Partai Demokrat mendukung KPK memiliki gedung yang lebih representatif. PAN juga mendukung. Partai yang lain juga intinya mendukung hanya beda variasi.

Apakah itu artinya pada 3 Juli nanti sebagian besar anggota DPR akan menyetujui anggaran ini? Menurutnya hal itu belum tentu karena tergantung keputusan masing-masing fraksi. ''Sekarang ini masih tahapan pembahasan di banggar DPR karena variasinya masih banyak,'' ucap politisi Demokrat ini.(kmb 29)

Senin, 25 Juni 2012

ANGGARAN Komisi III DPR: KPK jangan memaksa bangun gedung


Komisi III DPR: KPK jangan memaksa bangun gedung
JAKARTA. Rencana pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tertahan. Hingga berita ini diturunkan, Komisi III DPR belum menyetujui pencairan anggaran bagi pembangunan gedung baru KPK tersebut.

Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika mengaku sedang mempelajari permintaan KPK tersebut. "Semua butuh proses dan tidak ada satupun komisi yang ingin menjatuhkan mitranya," kata Gede Pasek, Senin (25/6).

Gede Pasek berdalih permintaan anggaran pembangunan gedung bukan hanya dari KPK saja. Menurutnya, mitra Komisi III DPR seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan juga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga membutuhkan gedung baru.

Karena itu, Komisi III DPR berharap pimpinan KPK tidak memaksa rencana pembangunan gedung itu. Gede Pasek mengatakan, KPK harus tetap mengikuti prosedur pembahasan usulan anggaran sesuai mekanisme yang berlaku di DPR. "Jangan minta spesial. Semua ada forumnya dan ada tata tertibnya tetapi urusan mau ambil pungutan dari masyarakat, bukan di sini tempatnya," katanya.

Dalam rapat dengan Komisi III DPR pekan lalu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sempat melontarkan wacana pembangunan gedung baru dari dana masyarakat. Karena, Komisi III DPR tak kunjung menyetujui anggaran pembangunan gedung baru KPK.

KPK membutuhkan gedung baru lantaran saat ini bangunan yang ditempati sudah berusia 31 tahun dan tidak memadai lagi untuk menampung pegawainya. Jumlah pegawainya mencapai 650 orang termasuk tumpukan ribuan berkas perkara padahal gedung itu dibangun hanya untuk menampung 350 orang.

Ketua Komisi III Minta KPK Tak Seperti LSM

INILAH.COM, Jakarta - Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Gede Pasek Suardika meminta kepada semua pihak untuk tidak memperdebatkan masalah pengajuan anggaran gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum disetujui. Komisi III masih membahasnya dan bukan menolaknya.

"Nanti akan dipelajari. Tapi tidak boleh maksa-maksa. Tidak ada satu pun komisi yang ingin menjatuhkan mitranya. Karena keberhasilan teman-teman DPR ketika mendukung. Artinya mari kita gunakan ketatanegaraan yang baik. Jangan nuansa LSM lebih dominan," ujar Pasek di Gedung DPR, Senayan, Senin (25/6/2012).

Pasek meminta apabila ada yang tidak sesuai dengan keinginan haruslah dirembukan secara bersama. Selain itu semua pihak harus bisa menghargai keputusan masing-masing. Harus dipahami bahwa lembaga DPR adalah lembaga politik beda lembaga penegak hukum.

"Jadi perbedaan kultur harus dipahami. Suka tidak suka. Bisa saja pendapat satu berbeda dengan lembaga ini. Berbeda dengan peneghak hukum. Mohon ini dipahami jangan cara pikir diinstitusinya dipakai," ungkapnya.

Dia menambahkan sebagai lembaga negara tidak boleh menganakemaskan mitra kerjanya. Sebab semua diperlakukan sama diberbagai kepentingan termasuk anggaran.

"Jangan minta spesial. Semua ada forumnya. Nanti juga ada KPK semua. Jadi diatur yang baik. Semua menjalankan ritme dengan baik. Semua ada forumnya. Semua ada tatib. Tapi urusan mau punguti dari masyarakat bukan disini tempatnya," katanya.

Sebagaimana diberitakan, pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih tersendat karena penganggarannya di DPR masih ditandai dengan 'tanda bintang'.

"Kami masih berharap bahwa bintang tersebut dicabut. Yang kami tahu yang bintangi DPR, tidak ada masalah dari Menteri Keuangan," ungkap Wakil Ketua KPK, Bambang di gedung KPK, Kamis (21/6/2012).

Wakil Ketua KPK yang akrab disapa BW ini menyebutkan, gagasan pembuatan gedung baru KPK tidak muncul dari pihaknya saja, tapi juga dari pihak luar.

Untuk kelancaran pembangunan gedung baru, BW mengaku pihaknya tidak akan menolak jika ada sumber lain dari swadaya masyarakat yang ingin membantu. "Sulit untuk ditolak, sebaiknya itu dilakukan," ujarnya. [bar]

Senin, 18 Juni 2012

Pasek: Pendesak Anas Mundur Adalah Hama Wereng


Pasek: Pendesak Anas Mundur Adalah Hama WerengINILAH.COM, Jakarta - Desakan agar Anas Urbaningrum mundur sebagai ketua umum Partai Demokrat karena elektabilitas menurun drastis, dinilai hanya mencari kambing hitam.

Ketua DPP Partai Demokrat Gede Pasek Suardika mengatakan bahwa penurunan elektabilitas tersebut menunjukkan semuanya harus bekerja keras.

"Fokuslah memperbaiki diri dan jangan mempertontonkan mencari kambing hitam atau menebar kebencian ke internal," jelas Pasek saat dihubungi, Senin (18/6/2012).

Menurut Ketua Komisi III DPR ini, bahwa persoalan kasus Hambalang tidak bisa dijadikan alasan untuk mendesak Anas mundur. Karena sudah ada aturan internal organisasi yang mengaturnya.

"Seluruh kader PD lebih baik mencari ramuan pestisida politik untuk menyemprot berbagai wereng dan kutu loncat yang sedang berusaha menggerogoti Demokrat," katanya.

Lebih lanjut, Pasek mengatakan kalau saling mencari kambing hitam di internal partai justru semakin menjerumuskan partai. Bagi dia, ada musuh nyata yang harus disingkirkan. "Yang besar dampak penurunan elektabilitas Demokrat adalah serangan wereng politik tersebut," katanya. [mah]

Wakil Gubernur Terima Tim Perumus RUU Sistim Peradilan Anak DPR RI

sulutNews, Bertempat di Ruang ”Mapaluse” Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Wakil Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari Kansil, M.Pd menerima Kunjungan Kerja (Kunker) Tim Perumus RUU Sistem Peradilan Anak Komisi III DPR Republik Indonesia yang dipimpin Ketua Komisi III DPR RI Gede Pasek Suardika, SH sekaligus Ketua Tim. (Senin 18/6)
Ketua Tim Gede Pasek Suardika, SH dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa maksud kedatangan Tim ini ke Sulut adalah dalam rangka mencari masukan dan mengetahui konsepsi dan praktek yang berkembang yang terkait dengan Sistem Peradilan Pidana Anak, mengetahui kesiapan teknis dan jangka waktu yang diperlukan untuk pembangunan sarana dan prasarana dan mempersiapkan sumber daya menusia Undang-undang ini nantinya dapat berjalan dengan efektif.
Menurut Pasek, Pembahasan RUU Sistem Peradilan Anak di Komisi III DPR RI saat ini telah memasuki tahap Perumusan melalui Tim Perumus. Salah satu bagian krusial yang masih diperpanjang pembahasannya adalah mengenai Kesiapan Pemerintah untuk Menyediakan Infrastruktur dan Aparat Peradilan Khusus untuk pelaksanaan Undang-undang tersebut apabila telah disahkan nantinya. Dalam rancangan pasal 103 disebutkan bahwa dalam waktu paling 5 (lima) tahun setelah diberlakukannya Undang-undang ini Kepolisian wajib memiliki Penyidik Khusus Kasus Pidana Anak, Kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum, Pengadilan wajib memiliki hakim, Kementerian Kehakiman dan HAM wajib membangun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Provinsi dan Lembaga Penitipan Anak Sementara (LPAS), dan Kementerian Sosial wajib membangun Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Hal-hal yang menyangkut kesiapan jajaran Kementerian tersebut serta instansi vertikal maupun dinas di daerah dan Pemerintah Daerah serta instansi terkait lainnya untuk mempersiapkan hal-hal tersebut yang masih perlu dikonfirmasikan oleh Tim Perumus Komisi III DPR-RI. “Jangan-jangan Undang-undangnya sudah disahkan dan diberlakukan, dukungan infrastrukturnya ternyata belum bisa disiapkan, nantinya undang-undangnya akan mubasir”, katanya.
Pasek Suardika menambahkan bahwa RUU ini lebih bersifat Restoratif Justice dan mengedepankan Diversi untuk menghindari anak yang tersangkut kasus hukum mengalami trauma ketika berhadapan dengan persidangan di pengadilan. Justru Undang-undang ini dimaksudkan untuk mengakomodir hak anak untuk mendapatkan perlakukan yang sesuai dengan karakteristik jiwanya bahkan saat harus diperhadapkan dengan masalah hukum di pengadilan. Selama ini ketika tersangkut dengan hukum dan harus dibawa ke pengadilan, acara pengadilan yang diterapkan masih mengacu pada KUHAP yang menerapkan acara yang disamakan dengan orang dewasa.
Wakil Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari Kansil, M.Pd dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa pada prinsipnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sangat mendukung lahirnya RUU tersebut karena memang sangat diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum peradilan kasus pidana yang melibatkan anak.
Lebih lanjut Wagub menambahkan, bahwa kesiapan daerah untuk memberikan dukungan pembangunan infrastruktur serta mempersiapkan SDM sangat tergantung pada pelaksanaan Undang-undang ini nantinya. Apabila sudah disahkan, harus secepatnya diikuti dengan Peraturan Pemerintah, pelaksanaannya harus dipertegas mana yang akan menjadi kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk menyiapkannya. Menyangkut substansi, masukan dalam rapat Wagub juga mengusulkan tentang pentingnya ditambahkan materi tentang perlakukan bagi anak yang berkebutuhan khusus. Hal ini penting karena tentunya anak yang berkebutuhan khusus harus mendapatkan perlakukan khusus pula dalam peradilan apabila UU ini telah diberlakukan.
Tim Perumus RUU Sistem Peradilan Pidana Anak Komisi Komisi III DPR-RI yang mengunjungi Sulawesi Utara tanggal 17 s.d. 19 Juni 2012 dipimpin oleh Ketua Tim sekaligus Ketua Komisi III DPR-RI Gede Pasek Suardika, SH bersama 3 orang anggota lainnya yakni Hj. Himayatull Alyah Setiawaty, SH, MH, Drs. H. Otong Abdurrahman, H. Syariffudin Sudding, SH, MH. Dan 3 orang dari Tim Sekretariat Komisi III serta beberapa Penghubung dari Kementerian dan Instansi Terkait seperti Mahkamah Agung, POLRI dan Kejagung dan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Tim ini akan melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, POLDA Sulut, Kejati Sulut, Pengadilan Tinggi Sulut dan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulut.