Pasek tak mau menanggapi hal itu lebih jauh. Menurutnya,
serangan udara itu akan berhenti dengan sendirinya. "Serangan darat
kelemahannya banyak. Habis bensin dia harus mendarat. Serangan darat jalan
terus. Kami tetap bekerja," ungkapnya.
![]() |
SERANGAN UDARA : ILUSTRASI |
Serangan udara itu, kata Pasek, didorong oleh segelintir media yang memiliki
agenda seting politik di dalamnya. "Tapi jumlahnya kecil. Ada agenda
setting masuk dalam kelompok ini. Itu bisa kita lihat dari bagaimana
pemberitaan, pilihan kata dan sebagainya. Tapi kalau mau dilihat ke mana
lembaga ini jalurnya, ketemu langsung. Tapi banyak juga media yang masih
menjaga integritasnya dengan mempertahankan kode etik jurnalistik yang
bagus," ulas Pasek.
Sebagai misal persidangan kasus Muhammad Nazaruddin. Menurut Pasek sejak awal
memang sudah dipaksakan agar muncul nama Anas Urbaningrum. "Itu kan
strategi nazaruddin untuk mengaburkan uang triliunan yang sudah dikemplang dari
negara," katanya.
Kendati begitu, ia menilai segala pengakuan yang keluar di muka persidangan
dapat dijadikan pentunjuk hukum, tentang dugaan korupsi yang dilakukan pihak
terkait, yang sering disebut di dalam persidangan.
"Pengakuan di persidangan itu adalah satu petunjuk yang diakui. Kemudian
ada ??M, itu juga diakui. Tapi agak lemah karena baru ditemukan si
pengirim, sementara si penerima tak ada. Belum sebagai alat bukti yang kuat.
Tapi silakan saja KPK memproses itu, kan fakta persidangan bisa menjadi petunjuk,"
papar mantan pengacara tersohor di Bali itu.
Termasuk nama Anas? "Kalau itu konteksnya begini, Wisma Atlet itu kapan?
Kongres itu kapan? Kan bias," kelit Pasek.
Dalam pembukuan, jelas Pasek, dilaporkan ada uang Rp150 juta untuk Andi
Mallarangeng dan Rp100 juta untuk Anas. "Tapi uang itu tidak diserahkan
kepada kubu Anas, tapi dibawa langsung oleh Nazaruddin," imbuh Pasek.
"Pembukuan ada tapi uangnya tidak di situ. Beda opini dan hukum ya di
situ. Sepertinya sejak awal sidang Nazaruddin, itu sepertinya harus ada nama
Anas," tambah Pasek.
Menurut Pasek, apa yang menerpa di internal Partai Demokrat merupakan dinamika
dalam konteks kompetisi. "Kalau pemilih suara saya yakin semua sudah di
Anas Urbaningrum. Tapi ada di internal yang tidak bisa dikendalikan syahwat
politiknya, yang iman politiknya masih lemah dan yang tak menanamkan tausiah
SBY dalam hatinya. Ini yang masih perlu disadarkan kembali," jelasnya.
Kader seperti itu, jelas Pasek, jumlahnya kecil, tetapi merasa diri besar.
"Orang yang merasa diri besar, tapi tidak mengakar di bawah. Faktanya
beliau (Anas) masih dicintai di bawah," tegas Pasek.
Hampir sebagian besar DPD dan DPC, sambung Pasek, tetap menginginkan anas
menjadi ketua umum. Apa yang terjadi belakangan ini, menurutnya merupakan
peradilan opini untuk mengadili Anas.
"Sehingga karir politiknya mati. Ini skenario besar
yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Mereka yang di bawah sudah sangat tahu.
Faham lah, 2014 itu kan sudah sangat dekat. Belum tahun politik tapi hawanya
sudah politik," kata anggota Komisi II DPR RI itu.
Sebagai partai yang paling besar dan figur yang paling muda, Anas menjadi
sasaran tembak dari berbagai penjuru. "Ini by desain. Mereka adalah,
pertama yang ingin memanfaatkan kendaraan partai demokrat untuk kepentingan
2014 nanti. Dan, orang-orang di luar Partai Demokrat yang menginginkan kami
hancur. Kebetulan keduanya bertemu di momentum yang sama," imbuh dia.
Keputusan Anas untuk mundur dari DPR dan fokus membesarkan Partai Demokrat,
kata Pasek, sangat menakutkan bagi partai lain. "Apalagi target kami 30
persen di 2014. Menakutkan buat yang lain. Soal Djoko Suyanto tak diperlu
dikomentari, itu isu," kelit Pasek.
0 komentar:
Posting Komentar